1.
Reformasi Perpajakan di Indonesia
Reformasi
perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi
pajak dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien, sejalan
dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara
lain. Tentu saja dengan memperhatikan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat
seperti persamaan (equality), kesederhanaan (simplicity), dan keadilan
(fairness), sehingga tidak hanya berdampak terhadap peningkatan kapasitas
fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan kondisi ekonomi makro.
Adapun
langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut antara lain meliputi :
1.
Langkah-langkah pembaruan kebijakan
(tax policy reform); melalui Perubahan UU PPh, Perubahan UU PPN dan PPnBM,
Perubahan UU PBB, Perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan dan UU cukai.
Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini lebih dititik-beratkan
pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang
bertujuan untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan penerimaan
perpajakan.
2.
Langkah-langkah pembaruan administrasi
perpajakan (tax administrative reform); meliputi :
a. penyempurnaan
peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan;
b. pembentukan dan
perluasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus Wajib Pajak (WP) Besar (Large
Taxpayer Office, LTO), diantaranya meliputi pembentukan organisasi berdasarkan
fungsi, pengembangan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi dengan
pendekatan fungsi, dan implementasi dari prinsip-prinsip Good Corporate
Governance;
c. pembangunan KPP
khusus WP menengah, dan KPP khusus WP kecil di Kanwil VI Direktorat Jenderal
Pajak;
d. pengembangan basis
data, pembayaran pajak dan penyampaian SPT secara online;
e. perbaikan
manajemen pemeriksaan pajak; serta
f. peningkatan
efektivitas penerapan kode etik di jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan Komisi
Ombudsman Nasional.
I. TAHUN 1983
Pada tanggal 5 Oktober 1983
pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keuangan (Radius Prawiro)
untuk pertama kalinya mengajukan tiga buah Rancangan Undang-Undang Perpajakan
(RUU Perpajakan) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu :
1. RUU
Ketentuan Umum Perpajakan
2. RUU
Pajak Penghasilan
3. RUU
PPN & PPn BM
Dengan tujuan untuk lebih
meningkatkan kemandirian dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan
lebih mengerahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri, khususnya
dengan cara meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dari
sumber-sumber diluar MIGAS.
Pada tanggal 31 Desember 1983, pemerintah mengeluarkan dan
mengundangkannya melalui :
1. UU No. 6 Th’83 tentang
Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP).
2. UU No. 7 Th’83 tentang Pajak
Penghasilan (PPh).
3. UU No. 8 Th’83 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPn BM).
II. TAHUN 1985
Pemerintah
mengajukan kembali dua buah RUU, yaitu :
1. RUU
Pajak Bumi dan Bangunan.
2. RUU
Bea Materai.
Dan
disetujui, sehingga pada tanggal 27 Desember 1985 dikeluarkan dan diundangkan :
1. UU
No. 12 Th’85 tentang PBB.
2. UU
No. 13 Th’85 tentang Bea Materai.
III. TAHUN 1994
Pada
tanggal 3 September 1994 atas nama Pemerintah, Menteri Keuangan (Drs. Mar’ie
Muhammad) mengajukan empat buah RUU mengenai perubahan UU Perpajakan yang ada
sebelumnya, yaitu :
1. RUU
Perubahan atas UU No. 6 Th’83 tentang KUP.
2. RUU
Perubahan atas UU No. 7 Th’83 tentang PPh.
3. RUU
Perubahan atas UU No. 8 Th’83 tentang PPN & PPn BM.
4. RUU
Perubahan atas UU No. 12 Th’85 tentang PBB.
Disetujui
dan diundangkan dengan :
1. UU
No. 9 Th’94 tentang KUP.
2. UU
No. 10 Th’94 tentang PPh.
3. UU
No. 11 Th’94 tentang PPN & PPn BM.
4. UU
No. 12 Th;94 tentang PBB.
IV. TAHUN 1997
Pada
tahun ini Drs. Mar’ie Muhammad kembali mengajukan empat RUU kepada DPR, yaitu :
1. RUU
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
2. RUU
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. RUU
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4. RUU
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Disetujui
dan diundangkan dengan :
1. UU
No. 17 Th’97 tentang BPSP.
2. UU
No. 18 Th’97 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. UU
No. 19 Th’97 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4. UU
No. 21 Th’97 tentang BPHTB.
V. TAHUN 2000
Pada
tahun Ini Menteri Keuangan (Dr. Bambang Sudibyo) mengajukan RUU kepada DPR,
yaitu :
1. RUU
Perubahan atas UU No. 9 Th’94 tentang KUP.
2. RUU
Perubahan atas UU No. 10 Th’94 tentang PPh.
3. RUU
Perubahan atas UU No. 11 Th’94 tentang PPN & PPn BM.
4. RUU
Perubahan atas UU No. 19 Th’97 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
5. RUU
Perubahan atas UU No. 21 Th’97 tentang BPHTB.
Pada
tanggal 2 Agustus 2000 disahkan dan diundangkan, yaitu dengan :
1. UU
No. 16 Th’00 tentang KUP.
2. UU
No. 17 Th’00 tentang PPh.
3. UU
No. 18 Th’00 tentang PPN & PPn BM.
4. UU
No. 19 Th’00 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
5. UU
No. 20 Th’00 tentang BPHTB.
2.
Sejarah Pajak
a.
Mesir
Sepanjang yang diketahui oleh
manusia modern, sejarah pajak dimulai dari Mesir. Selama beberapa periode pemerintahan
Fir’aun, pemungut pajak dikenal dengan nama Scribes. Selama periode Scribe
mengenakan pajak atas minyak goreng. Untuk memastikan bahwa warga masyarakat
tidak berusaha menghindari pajak minyak goreng, Scribe akan melakukan “audit”
terhadap rumah tangga untuk memastikan jumlah minyak goreng yang dikonsumsi dan
bahwa pajak tidak dikenakan terhadap minyak goreng yang bekas pakai. Jangan
berharap bahwa proses audit yang dilakukan sama seperti yang kita kenal
sekarang. Pastinya bagaimana, mungkin hanya antropolog dan sejarawan yang tahu.
b.
Yunani
Pada masa-masa perang bangsa Athena
dikenai pajak Eisphora yang digunakan untuk membiayai perang. Tak ada
seorangpun yang lolos alias memperoleh fasilitas pembebasan dari pajak ini.
Warga bisa meminta pengembalian pajak (restitusi) pada saat perang usai yang
dananya dicari fiskus dari sumber tambahan lain. Tidak ada informasi resmi yang
menyebutkan apakah restitusi juga berlaku jika perang diakhiri dengan kekalahan
bangsa Athena sendiri.
Selain
itu bangsa Athena juga dikenai Pajak Suara atau toll tax setiap bulan
yang dikenal dengan nama Metoikion. Pajak ini wajib dikenakan terhadap
Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu mereka yang ibu dan bapaknya bukan orang Athena,
besarnya satu Drachma (mata uang mereka) untuk laki-laki dan setengah Drachma
untuk wanita.
c.
Romawi
Pajak yang pertama diperkenalkan di
Roma adalah Bea Pabean atas impor dan ekspor yang disebut Portoria.
Kaisar
Augustus dianggap sebagai ahli strategi pajak dalam Kekaisaran Roma. Dalam masa
pemerintahannya, jabatan Publicani, pemungut pajak, sebagai pemungut
pajak pemerintah pusat dihapuskan. Selama periode ini kota Roma diberi
kekuasaan untuk memungut pajak. Kaisar Augustus menetapkan Pajak Warisan untuk
menyediakan Dana Pensiun bagi militer. Pajak ini besarnya 5% atas semua warisan
kecuali atas pemberian untuk anak-anak dan pasangan. Inggris dan Belanda
mengacu kepada Pajak Warisan ciptaan Augustus ini dalam mengembangkan Pajak
Warisan.
Selama
zaman Julius Caesar ada Pajak Penjualan yang dikenakan sebesar 1 persen atas
penjualan. Khusus untuk penjualan budak dikenai 4 persen!!
Pada
tahun 60 SM, Boadicea, ratu Anglia Timur memimpin revolusi terhadap korupsi
yang dilakukan pemungut pajak di British Isles. Revolusi ini menyebabkan
terbunuhnya semua tentara Romawi dalam radius 100 mil yang ditangkapi di
London. Lebih dari 80.000 orang terbunuh selama revolusi ini. Ratu Boadicea
mengerahkan tentara sebanyak 230.000 orang. Revolusi ini berhasil dipatahkan
oleh Kaisar Nero dan menyebabkan penunjukan pemerintahan untuk British Isles.
Jika
Anda adalah penggemar game Age of Empires: Age of Kings atau Caesar
3, beberapa istilah di bawah ini sudah tidak asing lagi Dalam sejarah pajak
dikenal beberapa istilah perpajakan kuno seperti:
1)
Aids
Pada zaman feodal, Aids
adalah sejenis pajak yang dibayarkan kepada Tuan Tanah atau Raja Kecil. Di
Inggris, Aids disebut-sebut dalam piagam Magna Carta (1215 M). Aids
hanya dibayarkan pada saat anak lelaki tertua dari Tuan Tanah menjadi ksatria (knight)
atau anak perempuan tertua dari Tuan Tanah melangsungkan perkawinan. Aids
juga dibayarkan untuk tebusan bagi majikan yang tertawan oleh pihak musuh.
2)
Danegeld
Danegeld adalah pajak atas tanah pada abad
pertengahan yang dipungut untuk membiayai serangan terhadap Denmark yang
kemudian digunakan untuk membiayai pengeluaran militer. Tribute pertama
kali dikenakan di Inggris pada tahun 868 M dan kemudian pada tahun 871 M. Di
bawah kepemimpinan Aethelred (978-1016 M) Tribute menjadi pajak rutin
sampai diganti lagi pada masa William the Conqueror. Tarif pajaknya dua
Shilling untuk setiap tanah simpanan yang luasnya 100-120 are.
3)
Scutage
Pajak feodal dibayar di tempat
pemberian jasa angkatan darat. Magna Carta (1215) pasal 12 khususnya menyatakan
bahwa tidak ada scutage atau bantuan yang dikenakan atas kerajaan kecuali oleh
persetujuan umum. Pengecualian meliputi uang pembebasan bagi raja yang melawan
anak laki-laki tertua raja dan menikahi anak perempuan tertua raja. Dalam semua
hal scutage atau bantuan adalah beralasan.
4)
Tallage
Mirip dengan Aids. Di Inggris
pajak ini menggantikan Danegeld. Pajak ini dipungut Raja dan Tuan Tanah.
Zaman Raja Edward III sekitar tahun 1340 M pajak ini dihapuskan. Di Perancis
kalangan atas masyarakat yang disebut dengan Taille dibebaskan dari
pajak ini. Subyek pemungutan dijatuhkan ke petani.
5)
Carucate
Menggantikan Danegeld
dan hanya dikenakan terhadap tanah pertanian yang dibajak.
6) Tax Farming
Adalah prinsip pelimpahan tanggung
jawab pemungutan pajak kepada sekelompok masyarakat. Cara ini diterapkan di
banyak peradaban seperti Mesir, Romawi, Inggris, dan Yunani. Dalam prakteknya,
kelompok ini lebih banyak menyengsarakan rakyat banyak. Salah satu yang paling
parah adalah pejabat Publicani di Romawi. Pada masa itu pemungutan pajak
di Mesir sebenarnya sudah cukup efektif. Akan tetapi hal ini berubah sejak
diterapkannya konsep aturan Ptolemies yang berasal dari yunani. Aturan
ini diterapkan dalam rangka mengawasi pembayar pajak dan pemungut pajak
pemerintah agar para Scribes tidak meringankan pajak yang harus
ditanggung oleh orang miskin dan kaum lemah. Inilah ciri-ciri dari suatu zaman
yang disebut dengan zaman feodal.
d.
Inggris
Pajak pertama kali dikenakan di Inggris pada waktu
pendudukan Kekaisaran Roma. Pada masa itu ada Lady Godiva yang sangat terkenal.
Ia adalah seorang wanita Anglo-Saxon yang tinggal di Inggris pada abad
ke 11 masehi. Menurut cerita, suaminya, Earl of Mercia, berjanji untuk
mengurangi pajak yang tinggi terhadap penduduk kota Coventry karena tekanan
Lady Godiva yang mengancam akan berkeliling kota tanpa sehelai benangpun di
tubuhnya. So, karena hal inilah Lady Godiva terkenal sampai sekarang.
Pada
saat Roma runtuh raja-raja wilayah Saxon mengenakan pajak Danegeld atas
tanah dan bangunan disamping Bea Cukai.
Selama
abad pertengahan sejarah mencatat adanya Perang 100 tahun antara Inggris dan
Prancis yang dimulai pada tahun 1337 M dan berakhir pada tahun 1453 M. Salah
satu faktor kunci yang memicu perang adalah pemberontakan para bangsawan
Aquitaine terhadap kebijakan pajak Pangeran Edward yang keterlaluan.
Pemberontakan ini terjadi pada tahun 1369 M.
Pajak-pajak
pada abad ke-14 dikenal sangat progresif. Pajak Suara tahun 1377 M menunjukkan
bahwa pajak Duke of Lancaster adalah 520 kali atas pajak petani biasa!
Pada
masa-masa itu juga dikenal adanya Pajak Penghasilan atas kekayaan, pemilik
kantor, dan pendeta. Pajak atas Barang Bergerak dikenakan terhadap setiap
pedagang. Orang miskin membayar sedikit atau tidak bayar pajak sama sekali.
Raja
Charles I mengenakan pajak atas pelanggar kejahatan. Selama masa
pemerintahannya timbul masalah dengan Parlemen yang menyebabkan perpecahan pada
tahun 1629 M. Sumbernya perpecahan itu adalah pembagian antara hak pemajakan
oleh Raja dan hak pemajakan oleh Parlemen. Di kemudian hari Raja Writ
menyatakan bahwa individu harus dipajaki sesuai dengan status dan kekayaannya.
Dari sinilah berkembang ide pajak progresif atas mereka yang sanggup membayar
pajak.
Pajak-pajak
lain yang penting selama periode ini adalah Pajak Tanah dan Pajak Properti
lain. Untuk membiayai angkatan darat yang dipimpin oleh Oliver Cromwell,
Parlemen mengenakan pajak atas komoditi utama seperti gandum, daging, dan
lain-lain pada tahun 1643 M. Pajak-pajak yang dikenakan oleh Parlemen
menghasilkan lebih banyak pemasukan daripada pajak yang dikenakan oleh Charles
I, khususnya pajak yang ditarik dari rakyat miskin. Pajak Properti yang
dikenakan bersifat sangat regresif. Kenaikan pajak atas kaum miskin menimbulkan
huru hara di wilayah Smithfields pada tahun 1647 M. Huru hara ini timbul karena
pajak-pajak baru membuat rakyat kecil tidak mampu membeli gandum. Selain itu,
tanah biasa yang dipakai untuk berburu oleh para petani ditutup dan perburuan
oleh petani dilarang. Menurut cerita hal ini menyengsarakan sebuah keluarga yang
beranggotakan empat orang. Salah satu anggota keluarga itu adalah Robin Hood.
e.
Amerika
Bicara tentang sejarah pajak modern, kita tidak bisa lepas
dari sejarah pajak di Amerika. Rakyat pada abad 17-an membayar pajak
berdasarkan Molasses Act. Tahun 1764 M peraturan ini diubah dengan
memasukkan bea import atas gula sirup, gula, bir dan komoditi lain. Peraturan
baru ini dikenal sebagai Sugar Act. Karena Sugar Act tidak menaikkan
jumlah penerimaan, maka diberlakukanlah Stamp Act pada tahun 1765 M. Stamp
Act mengenakan pajak langsung atas surat kabar dan dokumen-dokumen hukum
serta komersial.
Pada
tahun 1794 M penduduk Allegeni Barat melancarkan Pemberontakan Whiskey
sebagai perlawanan terhadap Pajak Properti yang diperkenalkan oleh Alexander
Hamilton tahun 1791 M. Pajak Properti dianggap sebagai perlakuan diskriminatif.
Presiden Washington mengirimkan tentaranya untuk menumpas pemberontakan ini.
Para pelaku kedua pemberontakan ini dihukum, tapi kemudian diampuni. Pada tahun
1798 M Kongres menerapkan Pajak Properti Federal untuk kepentingan angkatan
darat dan angkatan laut dalam menghadapi kemungkinan perang dengan Perancis.
Pada tahun yang sama, John Fries melakukan perlawanan terhadap pajak baru itu.
Pemberontakan ini dikenal dengan nama Pemberontakan Fries. Tidak ada
yang terluka maupun terbunuh, tetapi Fries ditahan dan kemudian diampuni oleh
Presiden Adam tahun 1800 M. Lucunya, Fries adalah pemimpin unit militer yang
diperintahkan untuk menumpas Pemberontakan Wiskhey.
Pajak Penghasilan diusulkan pertama
kali pada masa Perang Sipil tahun 1812 M. Pajak ini didasarkan atas British
Tax Act 1798 dan menggunakan tarif progresif. Tarifnya 0.08% atas
penghasilan di atas 60 pound dan 10 % atas penghasilan di atas 200 pound.
Pajak ini dirumuskan tahun 1814 M tetapi tidak pernah diberlakukan karena
penandatanganan Ghent Treaty tahun 1815 M yang mengakhiri
kesewenang-wenangan.
Tax
Act 1861 M menentukan bahwa pajak
dikenakan, ditagih dan dibayar atas penghasilan tahunan setiap orang yang
tinggal di Amerika baik yang didapat dari properti, perdagangan profesional,
pekerjaan, atau magang yang dilakukan di Amerika atau tempat lain dari sumber
apapun. Tarif menurut Act ini adalah 3% atas penghasilan di atas 800
dolar dan 5% atas penghasilan individu yang tinggal di luar Amerika.
Tax
Act 1862 M diberlakukan dan
ditandatangani oleh Presiden Lincoln pada tanggal 1 Juli 1862. Tarifnya adalah
3% untuk penghasilan di atas 600 dolar dan 5% atas penghasilan di atas 10.000
dolar. Sewa rumah bisa saja dikurangkan dari penghasilan. Walaupun rakyat
menerima dengan senang hati, kepatuhannya tidak terlalu tinggi. Angka-angka
setelah Perang Sipil menunjukkan bahwa 276.661 orang melaporkan pajaknya pada
tahun 1870 M yaitu tahun tertinggi untuk angka penyampaian SPT. Padahal waktu
itu jumlah penduduk kira-kira 38 juta orang.
Tax
Act 1864 M diberlakukan untuk menaikkan
penerimaan tambahan guna menyokong Perang Sipil. Senator Garret Davis, dalam
kaitannya dengan Act ini menyampaikan usulan agar pajak dibayar sesuai
dengan kemampuan seseorang untuk membayar. Tarif pajak untuk Tax Act
1864 M adalah 5% atas penghasilan antara 600 dan 5.000 dolar 7,5% atas
penghasilan antara 5001 dan 10.000 dolar dan 10% untuk penghasilan di atas
10.000 dolar. Pengurangan nilai sewa dibatasi sampai 200 dolar. Aturan yang
membolehkan pengurangan untuk perbaikan/reparasi juga ditambahkan. Dengan
berakhirnya Perang Sipil penerimaan pajak menurun. Tax Act 1864 dirubah
setelah Perang Sipil berakhir. Tarifnya berubah menjadi tarif flat 5% dengan
pembebasan pajak atas penghasilan sampai 1.000 dolar.
Dari tahun 1870 sampai 1872 tarif flat-nya
2,5% dan pembebasan diberikan untuk penghasilan sampai 2.000 dolar. Pajak ini
diberlakukan pada tahun 1872 dengan mengadakan pembatasan tarif yang jelas dan
berlaku sebagai sumber penerimaan penting bagi Amerika sampai tahun 1913. Pada
tahun 1913 Perubahan ke 16 diterbitkan yang memperbolehkan kekuasaan Kongres
untuk memajaki warga atas penghasilan yang didapatnya darimanapun.
Bagaimanapun, kita memang tidak boleh meninggalkan sejarah.
Berbagai hal yang berkaitan dengan pajak yang kita kenal sekarang seperti Pajak
Penghasilan, Bea Cukai, Tax Treaty, Pajak Penjualan, Bea Materai, Restitusi,
dan bahkan Tax Audit adalah warisan dari sejarah masa lalu. Dengan
perjalanan panjang yang penuh luka dan peperangan, pajak telah mengantarkan
kita ke saat ini di mana pajak bisa menjadi alat yang efektif dan efisien untuk
membiayai pengeluaran bersama. Karena itu biarkanlah luka dan peperangan tetap
menjadi masa lalu.
f. Indonesia
Pada masa kerajaan dahulu telah ada pungutan seperti pajak.
Namun, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai wujud rasa
hormat dan upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat di wilayah kerajaan
maupun di wilayah jajahan, figur raja dalam hal ini dapat dipandang sebagi
manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan (negara).
Pada
awal kemerdekaan, dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1950 yang
menjadi dasar bagi pajak peredaran (barang), yang dalam tahun 1951 diganti
dengan pajak penjualan(PPn) 1951 Pengenaan pajak secara sitematis dan permanen,
dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah, hal ini telah ada pada zaman
kolonial. Pajak ini disebut “Landrent” (sewa tanah) oleh Gubernur Jenderal
Raffles dari Inggris. Pada masa penjajahan Belanda disebut “Landrente”.
Peraturan tentang Landrente dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian diubah dan
ditambah dengan Ordonansi Landrente. Pada tahun 1932, dikeluarkan Ordonansi
Pajak Kekayaan (PKk) yang beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 24
Tahun1964.
Pada
tahun 1960 dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 yang mengemukakan bahwa hukum atas
tanah berlaku atas semua tanah di Indonesia, ditegaskan lagi dengan Keputusan
Presidium Kabinet Tanggal 10 Februari Tahun 1967 Nomor 87/Kep/U/4/1967 dengan
pemberian otonomi dan desentralisasi kepada pemerintah Daerah, Pajak Hasil Bumi
kemudian namanya diubah menjadi IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah) berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Iuran Negara No.PM.PPU 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang
berlaku mulai 1 November 1965.
Sedangkan
untuk pajak penghasilan, dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada
tahun 1816, sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang
menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode
sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara
penduduk pribumi dengan orang Asia dan orang Eropa, dengan kata lain dapat
dikatakan, bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam
perlakuan perpajakan, tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diberlakukan
kepada orang Eropa seperti “patent duty”. Sebaliknya, business tax
atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Selain itu, sejak tahun 1882 sampai
tahun 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status
pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Pada
tahun 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang
Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan
kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal
dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha,
penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya
bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu.
Tahun
1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada,
dihilangkan dengan diperkenalkannya General Income Tax yaitu Ordonansi
Pajak Pendapatan Yang Dibaharui tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene
Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi
penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi Pajak
Pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yaitu asas keadilan
domisili dan asas sumber.
Tahun
1925 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de
Vennootschapbelasting) yaitu pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang
terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan), dengan berlakunya Ordonansi Pajak
Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka
timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan
ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de
Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi
(Personal Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan
kepada penduduk Indonesia dan kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan
pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia. Ordonansi ini telah
mengenal asas domisili dan asas sumber.
Ordonansi
ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain
dengan UU No. 8 tahun 1967 tentang Penisbahan dan Penyempurnaan Tatacara
Pcmungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun
1925 yang dalam prakteknya lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan
penting lainnya adalah UU No. 8 tahun 1970 memasukkan fungsi pajak
mengatur/regulerend dalam Ordonansi PPs 1925, khususnya tentang ketentuan “tax
holiday”. Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983,
yaitu pada saat diadakannya tax reform.
Tahun
1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi
kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai
tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II
diperlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang ada
dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan).
Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak
Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan
sendiri disingkat dengan PPd. Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami
perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8
tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan
1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan
“UU MPO dan MPS”. Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang
berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax
reform di Indonesia.
3. Zakat
dan Pajak
A.
Pengertian Zakat dan Pajak
Zakat merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa
kemanusian dan keadilan, pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang
miskin dan sebagai penimbun jurang kaya miskin. Kedua Memberantas penyakit iri
hati, rasa benci dan dengki daridiri orang-orang miskin di sekitar mereka yang
mewah. Ketiga Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang
berdiri atas prinsip-prinsip persatuan, Persamaan Derajat, dan Tanggungjawab
bersama. fempat Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa,
memurnikanjiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa
kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhi/sta serakah.
Dengan
begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah
SWT. Sesuai ketentuan Islam, mereka yang berhak mendapatkan zakat hanya tujuh
yaitu (1) Fakir, (2) Miskin, (3) pengurus zakat (4) ( (6) (7)
Pengeluaran
untuk diluar kelompok ini sebaiknya tidak menggunakan zakat tetapi bisa
menggunakan sumberdana lain seperti infaq, shadaqah atau wakaf.
Pajak
adalah menyangkut kewajiban warga negara terhadap negara yang menjadi institusi
publik yang diuentuk dan diberi wewenang untuk mengelola kepentingan negara
atau kepentingan publik. Pemungutan pajak harus mendapatkan persetujuan rakyat
melalui UU yang harus disetujui parlemen atau DPR. Setiap pungutan pajak yang
tidak didasarkan UU maka batal demi hukum dan rakyat tidak
wajibmematuhinya.Tetapi untuk pajakyang ditetapkan UU maka pemerintah atau
negara memiliki hak paksa untuk menagihnya melalui apa rat Negara yang
berwenang. Pajak khususnya di negara sekuler tidak didasarkan pada kewajiban
kepada Tuhan Penggunaan pajak tidak hanya terbatas kepada kepentingan golongan
tertentu seperti Zakat hanya untuk 7 kelompok yang mustahik sedangkan Pajak
dapat digunakan untuk semua kebutuhan dalam kartan dengan pengelolaan keuangan
negara, termasuk yang tidak sesuai dengan tuntunan agama asal mendapat
persetujuan DPR.
B.
Persamaan
Zakat dengan Pajak
1. Bersifat wajib dan mengikat atas
harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena sanksi.
2. Zakat dan pajak harus disetorkan
pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan alokasi
penyalurannya.
3. Dalam pemerintahan Islam, zakat dan
pajak dikelola oleh negara.
4. Tidak ada ketentuan memperoleh
imbalan materi tertentu didunia.
5. Dari sisi tujuan ada kesamaan antara
keduanya yaitu untuk menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan
yang terdapat di masyarakat.
C. Perbedaan Zakat dengan Pajak
Namun dengan semua kesamaan di atas,
bukan berarti pajak bisa begitu saja disamakan dengan zakat. Sebab antara
keduanya, ternyata ada perbedaan-perbedan mendasar dan esensial. Sehingga
menyamakan begitu saja antara keduanya, adalah tindakan yang fatal. Berikut
dibawah ini perbedaan antara zakat dan pajak:
Perbedaan
|
Zakat
|
Pajak
|
Keterangan
|
Pengertian
|
bersih,
bertambah dan berkembang
|
Utang,
pajak, upeti
|
Seseorang
yang membayar zakat hartanya menjadi bersih dan berkah tidak demikian dengan
pajak
|
Dasar
Hukum
|
Al
Qur'an dan As Sunnah
|
Undang-undang
suatu negara
|
Pembayaran
zakat bernilai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah sedangkan dalam
membayar pajak hanya melaksanakan kewajiban warga negara
|
Nishab
dan Tarif
|
Ditentukan
Allah dan bersifat mutlak
|
Ditentukan
oleh negara dan yang bersifat relatif Nishab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan
pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran negara
|
|
Sifat
|
Kewajiban
bersifat tetap dan terus menerus
|
Kewajiban
sesuai dengan kebutuhan dan dapat dihapuskan
|
|
Subyek
|
Muslim
|
Semua
warga negara
|
|
Obyek
Alokasi Penerima
|
Tetap
8 Golongan
|
Untuk
dana pembangunan dan anggaran rutin
|
|
Harta
yang Dikenakan
|
Harta
produktif
|
Semua
Harta
|
|
Syarat
Ijab Kabul
|
Disyaratkan
|
Tidak
Disyaratkan
|
|
Imbalan
|
Pahala
dari Allah dan janji keberkahan harta
|
Tersedianya
barang dan jasa publik
|
|
Sanksi
|
Dari
Allah dan pemerintah Islam
|
Dari
Negara
|
|
Motivasi
Pembayaran
|
Keimanan
dan ketakwaan kepada Allah Ketaatan dan ketakutan pada negara dan sanksinya
|
ada
pembayaran pajak dimungkinkan adanya manipulasi besarnya jumlah harta wajib
pajak dan hal ini tidak terjadi pada zakat
|
|
Perhitungan
|
Dipercayakan
kepada Muzaki dan dapat juga dengan bantuan.
|
Selalu
menggunakan jasa akuntan pajak
|
|
1 komentar:
thnk jg udah mampir di blog saya
Posting Komentar
“Komentarnya yang membangun, yaa”.