1.
Masa Pembangunan Ekonomi I (1969 – 1982)
a. Masa Oil Bomm (1973 – 1982)
1) Oil Boom I (1973/1974)
Oil Boom I terjadi ketika harga
minyak di pasar dunia melonjak dari US$1.67/ barrel (1970 menjadi US$
11.70/barrel (1973/74), karena adanya krisis minyak sebagai akibat tindakan
boikot _egara-negara OPEC (timur Tengah) yang sedang konflik dengan Israel.
2)
Oil Boom II (1979/1980)
Harga
minyak yang telah menapai US$ 15.65/ barrel (1979) melonjak lagi menjadi US$
29.50/ barrel (1980), terus melonjak US$ 35.00 (1981 – 1982)
b. Masalah yang dihadapi
Oil Boom disamping memberi dampak positif juga membawa dampak negatif
(masalah) .
1) Dampak Positif
(menguntungkan)
Selama Pelita I, II, III (1973/74 – 1979/80) nilai
keseluruhan ekspor Indonesia meningkat :
a) Awal Pelita I US$ 1 miliar meningkat
menjadi US$ 3,6 miliar (akhir Pelita I)
b) Awal Pelita II US$ 7,1 miliar
meningkat menjadi US$ 11,3 miliar (akhir Pelita II).
c) Puncaknya mencapai US$ 23,6 miliar
pada tahun 1981/1982. Laju
pertumbuhan ekonomi cenderung meningkat :
d) Tiap Pelita rata-rata : 7% (Pelita I),
7,2% (Pelita II) dan 6,5% (Pelita III).
e) Terus meningkat mencapai 9,9% (1980),
kemudian menurun 7,9% (1981) dan merosot menjadi 2,3% pada waktu resesi ekonomi
tahun 1982. (Mubyarto, 1988).
2) Dampak Negatif (Merugikan)
a) Bangsa Indonesia menjadi manja, hidupnya
boros dan mewah seperti, terlihat :
-
Nilai
ekspor naik 6,8 per tahun tapi diikuti naiknya nilai impor yang lebih tinggi,
yaitu 16,6% per tahun. (Mubyarto, 1988).
-
Kebutuhan
modal asing (pinjaman lunak) tidak menurun: rata-rata US$ 562 juta per tahun
(1970-1973), malahan meningkat rata-rata US$ 1,646.9 juta per tahun
(1974-1984), (Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI 15-8-1974 dalam Zulkarnain
Djamin, 1993).
b) Bangsa
Indonesia menderita penyakit belanda (the Dutch disease), gejalanya terlihat
antara lain :
-
Laju
inflasi dalam negeri lebih tinggi dari inflasi dunia (negara partner dagang)
sebagai akibat besarnya monetisasi penerimaan negara dalam valas.
-
Defisit
APBN (dalam rupiah) ditutup dengan surplus penerimaan (dalam valas). Akibatnya
jumlah uang beredar meningkat, inflasi meningkat.
-
Laju
pertumbuhan yang uang beredar jauh lebih besar, rata-rata 34,9% sedang lalu
pertumbuhan ekonomi rata-rata 8% per tahun selama 1972 – 1981 (Anwar Nasutioan
dalam Anwar Nasution, ed., 1985).
c. Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah
-
Masa
Oil Boom (1973/74 – 1981/82) berlangsung sepanjang waktu pelaksanaan PELITA I –
PELITA III (akhir tahun PELITA I sampai pertengahan tahun PELITA III)
-
Kebijaksanaan
tiga PELITA antara lain (Suroso, 1994)
·
PELITA
I ; sebagian besar anggaran pemerintah dialokasikan di bidang ekonomi, yaitu
78,28%, untuk sektor pertanian dan irigrasi, sektor perhubungan dan pariwisata,
industri dan pertambangan serta sektor pedesaan.
·
PELITA
II : kebijaksanaan ekonomi periode ini berkisar pada :
Ø Kebijaksanaan stabilisasi 9 April 1974
(menyangkut aspek moneter, fisikal dan perdaganagn).
Ø Keibjaksanaan devaluasi rupiah terhadap
dollar AS (kurang lebih 45%) pada bulan Nopember 1978.
·
PELITA
III : Unsur pemertaan lebih ditekankan melalui delapan jalur
pemeraataan-pemertaan:
2. Kebutuhan
pokok rakyat (pangan, sandang)
3. Kesempatan
memperoleh pendidikan, kesehatan
4. Pembagian
pendapatan
5. Perluasan
kesempatan kerja
6. Usaha,
terutama golongan ekonomi lemah
7. Kesempatan
berpartisipasi (pemuda, wanita
8. Pembangunan
antar daerah
9. Kesempatan
memperoleh keadilan
·
Kebijaksanaann Januari 1982 : keringan kredit
ekspor, penurunan biaya gudang, pelabuhan dan bebas memiliki devisa.
·
Eksportir dibebaskan dari kewajiban menjual
devisa yang diperolehnya dari hasil ekspor barang/ jasa kepada bank Indonesia.
·
Di
bidang impor juga diberikan keringnan bea masuk dan PPN Impor untuk
barang-barang tertentu.
·
Kebijakan
imbal beli Januari 1983 : mengatur ekspor-impor dengan cara imbal beli untuk
mengurangi pemakaian devisa.
·
Di bidang perkreditan pelaksanaan KIK/ KMK
semakin disempurnakan dengan Keppres No. 18/1981
·
Pertumbuhan ekonomi pada periode ini dihambat
oleh reseeese dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada
kecenderungan harga minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun
terakhir Repelita III. (Suroso, 1994).
2. Masa Pembangunan Ekonomi II (1983 – 1987)
a. Masa
Pasca Oil Boom (1983 – 1987)
Harga minyak mencapai US$ 35.00/
per barrel (1981 – 1982), menurun lagi menjuadi US$ 29.53/ barrel (1983 – 1984)
dan tahun-tahun berikutnya harga berfluktuasi tidak menentu. Sejak tahun 1983
perekonomian Indonesia memasuki masa Pasca Oil Boom (Pasca Bonanza Minyak).
Tahun 1986 terjadi goncangan ekonomi akibat merosotnya harga minyak sampai
titik terendah US$ 9,83/ barrel. Program refromasi ekonomi (pemulihan) mulai
menampakkan hasil pada tahun 1998.
b. Masalah-masalah yang dihadapi
Merosotnya
harga minyak di pasar internasional sepanjang tahun 1983 – 1987 menimbulkan
masalah berat bagi perekonomian Indonesia karena penerimaan sektor migas
menurun; defisit transaksi berjalan dan defisit APBN meningkat.
Dampak turunnya harga minyak :
a)
Penerimaan migas dari hasil ekspor menurun 2,0%
menjadi US$ 14.449 juta (1983/1987) dan menurun lagi 44,0% menjadi US$ 6.966
juta (1986/1987).
b)
Defisit transaksi berjalan meningkat dari
US$2..888 juta menjadi US$4.151 juta (1983/1984) dan meningkat lagi dari
US$1.832 juta menjadi US$ 4.051 juta (1986/1987).
c)
Defisit APBN meningkat dari Rp 1.938 triliun
menjadi Rp 2.742. triliun (1983/1984) dan meningkat lagi dari Rp 3.571 triliun
menjadi Rp 3.589 triliun (1986/1987). Sedangkan anggaran pembangunan berkurang
Rp 2.777 triliun atau 23,7% dibanding tahun yang lalu karena pada tahun
1986/1987 banyak proyek yang ditunda/ dipangkas. (angka-angka diolah kembali
dari laporan BI tahun yang bersangkutan).
c. Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah
Masa Pasca Oil Boom terjadi pada tahun
ke-5 PELITA III (1983/1984) sampai tahun ke-3 PELITA IV (1986/1987).
Kebijaksanaan
tahun 1983 – 1984 :
a)
Devaluasi Rupiah terhadap US Dollar (US$ 1 = Rp 702
menjadi US$ = Rp 970) untuk memperkuat daya saing.
b)
Menekan pengeluaran pemerintah dengan pengurangan
subsidi dan penangguhan beberapa proyek pembangunan
c) Kebijaksanaan moneter perbankan 1 Juni
1983 (PAKJUN 1983) :
1) Kebebasan menentukan suku bunga deposito
dan pinjaman bagi bank-bank pemerintah
2) Pemerintah menerbitkan SBI (Sertifikat
Bank Indonesia) sejak Pebruari 1984 dan memberikan fasilitas diskonto keapada
bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas (SBPU mulai digunakan
Pebruari 1985).
d) Kebijaksanaan perpajakan : memberlakukan
seperangkat Undang-undang Pajak Nasional (1984).
(Laporan tahunan B.I.
1983/1984).
Kebijaksanaan Reformasi Ekonomi 1986
– 1987 :
Kebijaksanaan ini terutama diarahkan untuk
mencegah memburuknya neraca pembayaran, mendorong ekspor non migas, mendorong
penanaman modal dan meningkatkan daya saing produk ekspor (non migas) di pasar
dunia.
a) Sektor Fiskal/ Moneter :
§ Pemerintah
melakukan penghematan antara lain dengan mengurangi subsidi; meningkatkan
penerimaan melalui intensiftikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak.
§ Devaluasi
rupiah terhadap US Dollar sebesar 31% (dari US$ 1 = Rp 970 menjadi US$ 1 = Rp
1.270)
§ Tidak
menaikkan suku bunga instrumen moneter untuk mendorong kegiatan ekonomi dan
pengerahan dana serta memperbaiki posisi neraca pembayaran.
§ Pemerintah
menghapus ketentuan pagu swap ke Bank Indonesia untuk mendoirong pemasukan
modal asing dan dana dari luar negeri (Laporan Tahunan B.I. 1986/ 1987).
b)
Sektor Riil
(struktural) :
a.
PAKMI – 1986 (6 Mei 1986) menyangkut ekspor: kemudahan
tata niaga, fasilitas pembebasan dan pengembalian bea masuk, pembentukan kawasan
berikat.
b.
PAKTO – 1986 ( 25 Oktober 1986) menyangkut impor:
mengganti “sistem non tarif” dengan “sistsem tarif” untuk mencegah manipulasi
harga barang. Penyempurnaan bea masuk dan bea masuk tambahan.
c.
PAKDES –
1986 (29 Desember 1986) : memberi kemudahan-kemudahan kepada
perusahaan-perusahaann industri strategis tertentu. (Laporan Tahunan
B.I. 1986/1987).
Program penyesuaian ekonomi
struktural dan reformasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak
anjloknya harga minyak di pasar dunia pada pertengahan tahun 1980-an mencakup
empat katagori besar, yaitu : (1) pengaturan nilai tukar rupiah (exchange rate
management), (2) kebijakan fiskal, (3) kebijakan moneter dan keuangan serta (4)
kebijakan perdagangan dan deregulasi atau reformasi di sektor riil dan moneter.
(Tulus Tambunan, 1996).
Beberapa hasil Reformasi Ekonomi 1986 – 1987 :
-
Laju
pertumbuhan ekonomi meningkat dari 4,9% (1987) menjadi 5,8% (1988)
-
Nilai
total ekspor meningkat dari US$ 17.206 juta (1987) menjadi US$ 19.509 juta (1988)
-
Prosentasi
ekspor non migas meningkat dari 50,2% (1987) menjadi 59,8% (1988).
-
Defisit
transaksi berjalan menurun : uS$2.269 juta (1987) menjadi US$1.552 juta (1988).
(Statistik Keuangan 1991/1992, BPS)
Meskipun adanya perbaikan
dalam lingkungan ekonomi eksternal, termasuk pemulihan harga minyak, telah
membantu Indonesia dalam proses penyesuaiannya, usaha dan tindakan setelah
tahun1986 berupa kebijaksanaan-kebijaksanaan struktural dan finansial yang tepat
tela memainkan peranan penting. Kebijaksanaan-kebijaksanaan penyesuaian yang
dijalankan sejak tahun 1986 telah memperkuat kemampuan ekonomi Indonesia untuk
berdaya tahan terhadap goncangan yang merugikan (Rustam Kamaluddin, 1989).
0 komentar:
Posting Komentar
“Komentarnya yang membangun, yaa”.