Jumat, 23 September 2011

OIL BOOM


1.      Masa Pembangunan Ekonomi  I (1969 – 1982)
a. Masa Oil Bomm (1973 – 1982)
1) Oil Boom I (1973/1974)
      Oil Boom I terjadi ketika harga minyak di pasar dunia melonjak dari US$1.67/ barrel (1970 menjadi US$ 11.70/barrel (1973/74), karena adanya krisis minyak sebagai akibat tindakan boikot _egara-negara OPEC (timur Tengah) yang sedang konflik dengan Israel.
2) Oil Boom II (1979/1980)
      Harga minyak yang telah menapai US$ 15.65/ barrel (1979) melonjak lagi menjadi US$ 29.50/ barrel (1980), terus melonjak US$ 35.00 (1981 – 1982)

b. Masalah yang dihadapi
Oil Boom disamping memberi dampak positif juga membawa dampak negatif (masalah) .
1) Dampak Positif (menguntungkan)
Selama Pelita  I, II, III (1973/74 – 1979/80) nilai keseluruhan ekspor Indonesia meningkat :
a)      Awal Pelita I US$ 1 miliar meningkat menjadi US$ 3,6 miliar (akhir Pelita I)
b)      Awal Pelita II US$ 7,1 miliar meningkat menjadi US$ 11,3 miliar (akhir Pelita II).
c)      Puncaknya mencapai US$ 23,6 miliar pada tahun 1981/1982. Laju pertumbuhan ekonomi cenderung meningkat :
d)     Tiap Pelita rata-rata : 7% (Pelita I), 7,2% (Pelita II) dan 6,5% (Pelita III).
e)      Terus meningkat mencapai 9,9% (1980), kemudian menurun 7,9% (1981) dan merosot menjadi 2,3% pada waktu resesi ekonomi tahun 1982. (Mubyarto, 1988).
2) Dampak Negatif (Merugikan)
a)      Bangsa Indonesia menjadi manja, hidupnya boros dan mewah seperti, terlihat :
-          Nilai ekspor naik 6,8 per tahun tapi diikuti naiknya nilai impor yang lebih tinggi, yaitu 16,6% per tahun. (Mubyarto, 1988).
-          Kebutuhan modal asing (pinjaman lunak) tidak menurun: rata-rata US$ 562 juta per tahun (1970-1973), malahan meningkat rata-rata US$ 1,646.9 juta per tahun (1974-1984), (Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI 15-8-1974 dalam Zulkarnain Djamin, 1993).
b)      Bangsa Indonesia menderita penyakit belanda (the Dutch disease), gejalanya terlihat antara lain :
-          Laju inflasi dalam negeri lebih tinggi dari inflasi dunia (negara partner dagang) sebagai akibat besarnya monetisasi penerimaan negara dalam valas.
-          Defisit APBN (dalam rupiah) ditutup dengan surplus penerimaan (dalam valas). Akibatnya jumlah uang beredar meningkat, inflasi meningkat.
-          Laju pertumbuhan yang uang beredar jauh lebih besar, rata-rata 34,9% sedang lalu pertumbuhan ekonomi rata-rata 8% per tahun selama 1972 – 1981 (Anwar Nasutioan dalam Anwar Nasution, ed., 1985).

c. Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah
-          Masa Oil Boom (1973/74 – 1981/82) berlangsung sepanjang waktu pelaksanaan PELITA I – PELITA III (akhir tahun PELITA I sampai pertengahan tahun PELITA III)
-          Kebijaksanaan tiga PELITA antara lain  (Suroso, 1994)
·         PELITA I ; sebagian besar anggaran pemerintah dialokasikan di bidang ekonomi, yaitu 78,28%, untuk sektor pertanian dan irigrasi, sektor perhubungan dan pariwisata, industri dan pertambangan serta sektor pedesaan.
·         PELITA II : kebijaksanaan ekonomi periode ini berkisar pada :
Ø  Kebijaksanaan stabilisasi 9 April 1974 (menyangkut aspek moneter, fisikal dan perdaganagn).
Ø  Keibjaksanaan devaluasi rupiah terhadap dollar AS (kurang lebih 45%) pada bulan Nopember 1978.
·         PELITA III : Unsur pemertaan lebih ditekankan melalui delapan jalur pemeraataan-pemertaan:
2.      Kebutuhan pokok rakyat (pangan, sandang)
3.      Kesempatan memperoleh pendidikan, kesehatan
4.      Pembagian pendapatan
5.      Perluasan kesempatan kerja
6.      Usaha, terutama golongan ekonomi lemah
7.      Kesempatan berpartisipasi (pemuda, wanita
8.      Pembangunan antar daerah
9.      Kesempatan memperoleh keadilan
·         Kebijaksanaann Januari 1982 : keringan kredit ekspor, penurunan biaya gudang, pelabuhan dan bebas memiliki devisa.
·         Eksportir dibebaskan dari kewajiban menjual devisa yang diperolehnya dari hasil ekspor barang/ jasa kepada bank Indonesia.
·         Di bidang impor juga diberikan keringnan bea masuk dan PPN Impor untuk barang-barang tertentu.
·         Kebijakan imbal beli Januari 1983 : mengatur ekspor-impor dengan cara imbal beli untuk mengurangi pemakaian devisa.
·         Di bidang perkreditan pelaksanaan KIK/ KMK semakin disempurnakan dengan Keppres No. 18/1981
·         Pertumbuhan ekonomi pada periode ini dihambat oleh reseeese dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecenderungan harga minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III. (Suroso, 1994).

2.      Masa Pembangunan Ekonomi II  (1983 – 1987)
a.      Masa Pasca Oil Boom  (1983 – 1987)
            Harga minyak mencapai US$ 35.00/ per barrel (1981 – 1982), menurun lagi menjuadi US$ 29.53/ barrel (1983 – 1984) dan tahun-tahun berikutnya harga berfluktuasi tidak menentu. Sejak tahun 1983 perekonomian Indonesia memasuki masa Pasca Oil Boom (Pasca Bonanza Minyak). Tahun 1986 terjadi goncangan ekonomi akibat merosotnya harga minyak sampai titik terendah US$ 9,83/ barrel. Program refromasi ekonomi (pemulihan) mulai menampakkan hasil pada tahun 1998.
b.      Masalah-masalah yang dihadapi
           Merosotnya harga minyak di pasar internasional sepanjang tahun 1983 – 1987 menimbulkan masalah berat bagi perekonomian Indonesia karena penerimaan sektor migas menurun; defisit transaksi berjalan dan defisit APBN meningkat.
Dampak turunnya harga minyak :
a)      Penerimaan migas dari hasil ekspor menurun 2,0% menjadi US$ 14.449 juta (1983/1987) dan menurun lagi 44,0% menjadi US$ 6.966 juta (1986/1987).
b)      Defisit transaksi berjalan meningkat dari US$2..888 juta menjadi US$4.151 juta (1983/1984) dan meningkat lagi dari US$1.832 juta menjadi US$ 4.051 juta (1986/1987).
c)      Defisit APBN meningkat dari Rp 1.938 triliun menjadi Rp 2.742. triliun (1983/1984) dan meningkat lagi dari Rp 3.571 triliun menjadi Rp 3.589 triliun (1986/1987). Sedangkan anggaran pembangunan berkurang Rp 2.777 triliun atau 23,7% dibanding tahun yang lalu karena pada tahun 1986/1987 banyak proyek yang ditunda/ dipangkas. (angka-angka diolah kembali dari laporan BI tahun yang bersangkutan).
c.       Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah
           Masa Pasca Oil Boom terjadi pada tahun ke-5 PELITA III (1983/1984) sampai tahun ke-3 PELITA IV (1986/1987).
Kebijaksanaan tahun 1983 – 1984 :
a)      Devaluasi Rupiah terhadap US Dollar (US$ 1 = Rp 702 menjadi US$ = Rp 970) untuk memperkuat daya saing.
b)      Menekan pengeluaran pemerintah dengan pengurangan subsidi dan penangguhan beberapa proyek pembangunan
c)      Kebijaksanaan moneter perbankan 1 Juni 1983 (PAKJUN 1983) :
1)      Kebebasan menentukan suku bunga deposito dan pinjaman bagi bank-bank pemerintah
2)      Pemerintah menerbitkan SBI (Sertifikat Bank Indonesia) sejak Pebruari 1984 dan memberikan fasilitas diskonto keapada bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas (SBPU mulai digunakan Pebruari 1985).
d)     Kebijaksanaan perpajakan : memberlakukan seperangkat Undang-undang Pajak Nasional (1984).
(Laporan tahunan B.I. 1983/1984).
Kebijaksanaan Reformasi Ekonomi  1986 – 1987 :
            Kebijaksanaan ini terutama diarahkan untuk mencegah memburuknya neraca pembayaran, mendorong ekspor non migas, mendorong penanaman modal dan meningkatkan daya saing produk ekspor (non migas) di pasar dunia.
a)      Sektor Fiskal/ Moneter :
§  Pemerintah melakukan penghematan antara lain dengan mengurangi subsidi; meningkatkan penerimaan melalui intensiftikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak.
§  Devaluasi rupiah terhadap US Dollar sebesar 31% (dari US$ 1 = Rp 970 menjadi US$ 1 = Rp 1.270)
§  Tidak menaikkan suku bunga instrumen moneter untuk mendorong kegiatan ekonomi dan pengerahan dana serta memperbaiki posisi neraca pembayaran.
§  Pemerintah menghapus ketentuan pagu swap ke Bank Indonesia untuk mendoirong pemasukan modal asing dan dana dari luar negeri (Laporan Tahunan B.I. 1986/ 1987).
b)     Sektor Riil (struktural) :
a.       PAKMI – 1986 (6 Mei 1986) menyangkut ekspor: kemudahan tata niaga, fasilitas pembebasan dan pengembalian bea masuk, pembentukan kawasan berikat.
b.      PAKTO – 1986 ( 25 Oktober 1986) menyangkut impor: mengganti “sistem non tarif” dengan “sistsem tarif” untuk mencegah manipulasi harga barang. Penyempurnaan bea masuk dan bea masuk tambahan.
c.       PAKDES – 1986 (29 Desember 1986) : memberi kemudahan-kemudahan kepada perusahaan-perusahaann industri strategis tertentu. (Laporan Tahunan B.I. 1986/1987).
            Program penyesuaian ekonomi struktural dan reformasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak anjloknya harga minyak di pasar dunia pada pertengahan tahun 1980-an mencakup empat katagori besar, yaitu : (1) pengaturan nilai tukar rupiah (exchange rate management), (2) kebijakan fiskal, (3) kebijakan moneter dan keuangan serta (4) kebijakan perdagangan dan deregulasi atau reformasi di sektor riil dan moneter. (Tulus Tambunan, 1996). Beberapa hasil Reformasi Ekonomi 1986 – 1987 :
-          Laju pertumbuhan ekonomi meningkat dari 4,9% (1987) menjadi 5,8% (1988)
-          Nilai total ekspor meningkat dari US$ 17.206 juta (1987) menjadi US$ 19.509 juta (1988)
-          Prosentasi ekspor non migas meningkat dari 50,2% (1987) menjadi 59,8% (1988).
-          Defisit transaksi berjalan menurun : uS$2.269 juta (1987) menjadi US$1.552 juta (1988). (Statistik Keuangan 1991/1992, BPS)
            Meskipun adanya perbaikan dalam lingkungan ekonomi eksternal, termasuk pemulihan harga minyak, telah membantu Indonesia dalam proses penyesuaiannya, usaha dan tindakan setelah tahun1986 berupa kebijaksanaan-kebijaksanaan struktural dan finansial yang tepat tela memainkan peranan penting. Kebijaksanaan-kebijaksanaan penyesuaian yang dijalankan sejak tahun 1986 telah memperkuat kemampuan ekonomi Indonesia untuk berdaya tahan terhadap goncangan yang merugikan (Rustam Kamaluddin, 1989).


0 komentar:

Posting Komentar

“Komentarnya yang membangun, yaa”.

 
KeluarJangan Lupa Klik Like Dan Follow ya!

Receive all updates via Facebook. Just Click the Like Button Below

Powered By Blogger Widgets

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...