Jumat, 23 September 2011

PERPAJAKAN


1.      Reformasi Perpajakan di Indonesia
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi pajak dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien, sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Tentu saja dengan memperhatikan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan (equality), kesederhanaan (simplicity), dan keadilan (fairness), sehingga tidak hanya berdampak terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan kondisi ekonomi makro.
Adapun langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut antara lain meliputi :
1.      Langkah-langkah pembaruan kebijakan (tax policy reform); melalui Perubahan UU PPh, Perubahan UU PPN dan PPnBM, Perubahan UU PBB, Perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan dan UU cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini lebih dititik-beratkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
2.      Langkah-langkah pembaruan administrasi perpajakan (tax administrative reform); meliputi :
a.       penyempurnaan peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan;
b.      pembentukan dan perluasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus Wajib Pajak (WP) Besar (Large Taxpayer Office, LTO), diantaranya meliputi pembentukan organisasi berdasarkan fungsi, pengembangan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi dengan pendekatan fungsi, dan implementasi dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance;
c.       pembangunan KPP khusus WP menengah, dan KPP khusus WP kecil di Kanwil VI Direktorat Jenderal Pajak;
d.      pengembangan basis data, pembayaran pajak dan penyampaian SPT secara online;
e.       perbaikan manajemen pemeriksaan pajak; serta
f.       peningkatan efektivitas penerapan kode etik di jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan Komisi Ombudsman Nasional.

I.         TAHUN 1983
Pada tanggal 5 Oktober 1983 pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keuangan (Radius Prawiro) untuk pertama kalinya mengajukan tiga buah Rancangan Undang-Undang Perpajakan (RUU Perpajakan) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu :
1.      RUU Ketentuan Umum Perpajakan
2.      RUU Pajak Penghasilan
3.      RUU PPN & PPn BM
Dengan tujuan untuk lebih meningkatkan kemandirian dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengerahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri, khususnya dengan cara meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dari sumber-sumber diluar MIGAS.
Pada tanggal  31 Desember 1983, pemerintah mengeluarkan dan mengundangkannya melalui :
1.      UU No. 6 Th’83 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP).
2.      UU No. 7 Th’83 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
3.      UU No. 8 Th’83 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPn BM).

II.    TAHUN 1985
Pemerintah mengajukan kembali dua buah RUU, yaitu :
1.      RUU Pajak Bumi dan Bangunan.
2.      RUU Bea Materai.
Dan disetujui, sehingga pada tanggal 27 Desember 1985 dikeluarkan dan diundangkan :
1.      UU No. 12 Th’85 tentang PBB.
2.      UU No. 13 Th’85 tentang Bea Materai.

III. TAHUN 1994
Pada tanggal 3 September 1994 atas nama Pemerintah, Menteri Keuangan (Drs. Mar’ie Muhammad) mengajukan empat buah RUU mengenai perubahan UU Perpajakan yang ada sebelumnya, yaitu :
1.      RUU Perubahan atas UU No. 6 Th’83 tentang KUP.
2.      RUU Perubahan atas UU No. 7 Th’83 tentang PPh.
3.      RUU Perubahan atas UU No. 8 Th’83 tentang PPN & PPn BM.
4.      RUU Perubahan atas UU No. 12 Th’85 tentang PBB.
Disetujui dan diundangkan dengan :
1.      UU No. 9 Th’94 tentang KUP.
2.      UU No. 10 Th’94 tentang PPh.
3.      UU No. 11 Th’94 tentang PPN & PPn BM.
4.      UU No. 12 Th;94 tentang PBB.

IV. TAHUN 1997
Pada tahun ini Drs. Mar’ie Muhammad kembali mengajukan empat RUU kepada DPR, yaitu :
1.      RUU Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
2.      RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3.      RUU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4.      RUU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Disetujui dan diundangkan dengan :
1.      UU No. 17 Th’97 tentang BPSP.
2.      UU No. 18 Th’97 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3.      UU No. 19 Th’97 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4.      UU No. 21 Th’97 tentang BPHTB.

V.    TAHUN 2000
Pada tahun Ini Menteri Keuangan (Dr. Bambang Sudibyo) mengajukan RUU kepada DPR, yaitu :
1.      RUU Perubahan atas UU No. 9 Th’94 tentang KUP.
2.      RUU Perubahan atas UU No. 10 Th’94 tentang PPh.
3.      RUU Perubahan atas UU No. 11 Th’94 tentang PPN & PPn BM.
4.      RUU Perubahan atas UU No. 19 Th’97 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
5.      RUU Perubahan atas UU No. 21 Th’97 tentang BPHTB.
Pada tanggal 2 Agustus 2000 disahkan dan diundangkan, yaitu dengan :
1.      UU No. 16 Th’00 tentang KUP.
2.      UU No. 17 Th’00 tentang PPh.
3.      UU No. 18 Th’00 tentang PPN & PPn BM.
4.      UU No. 19 Th’00 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
5.      UU No. 20 Th’00 tentang BPHTB.

2.      Sejarah Pajak
a.      Mesir
            Sepanjang yang diketahui oleh manusia modern, sejarah pajak dimulai dari Mesir. Selama beberapa periode pemerintahan Fir’aun, pemungut pajak dikenal dengan nama Scribes. Selama periode Scribe mengenakan pajak atas minyak goreng. Untuk memastikan bahwa warga masyarakat tidak berusaha menghindari pajak minyak goreng, Scribe akan melakukan “audit” terhadap rumah tangga untuk memastikan jumlah minyak goreng yang dikonsumsi dan bahwa pajak tidak dikenakan terhadap minyak goreng yang bekas pakai. Jangan berharap bahwa proses audit yang dilakukan sama seperti yang kita kenal sekarang. Pastinya bagaimana, mungkin hanya antropolog dan sejarawan yang tahu.
b.      Yunani
            Pada masa-masa perang bangsa Athena dikenai pajak Eisphora yang digunakan untuk membiayai perang. Tak ada seorangpun yang lolos alias memperoleh fasilitas pembebasan dari pajak ini. Warga bisa meminta pengembalian pajak (restitusi) pada saat perang usai yang dananya dicari fiskus dari sumber tambahan lain. Tidak ada informasi resmi yang menyebutkan apakah restitusi juga berlaku jika perang diakhiri dengan kekalahan bangsa Athena sendiri.
            Selain itu bangsa Athena juga dikenai Pajak Suara atau toll tax setiap bulan yang dikenal dengan nama Metoikion. Pajak ini wajib dikenakan terhadap Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu mereka yang ibu dan bapaknya bukan orang Athena, besarnya satu Drachma (mata uang mereka) untuk laki-laki dan setengah Drachma untuk wanita.
c.       Romawi
            Pajak yang pertama diperkenalkan di Roma adalah Bea Pabean atas impor dan ekspor yang disebut Portoria.
            Kaisar Augustus dianggap sebagai ahli strategi pajak dalam Kekaisaran Roma. Dalam masa pemerintahannya, jabatan Publicani, pemungut pajak, sebagai pemungut pajak pemerintah pusat dihapuskan. Selama periode ini kota Roma diberi kekuasaan untuk memungut pajak. Kaisar Augustus menetapkan Pajak Warisan untuk menyediakan Dana Pensiun bagi militer. Pajak ini besarnya 5% atas semua warisan kecuali atas pemberian untuk anak-anak dan pasangan. Inggris dan Belanda mengacu kepada Pajak Warisan ciptaan Augustus ini dalam mengembangkan Pajak Warisan.
            Selama zaman Julius Caesar ada Pajak Penjualan yang dikenakan sebesar 1 persen atas penjualan. Khusus untuk penjualan budak dikenai 4 persen!!
            Pada tahun 60 SM, Boadicea, ratu Anglia Timur memimpin revolusi terhadap korupsi yang dilakukan pemungut pajak di British Isles. Revolusi ini menyebabkan terbunuhnya semua tentara Romawi dalam radius 100 mil yang ditangkapi di London. Lebih dari 80.000 orang terbunuh selama revolusi ini. Ratu Boadicea mengerahkan tentara sebanyak 230.000 orang. Revolusi ini berhasil dipatahkan oleh Kaisar Nero dan menyebabkan penunjukan pemerintahan untuk British Isles.
            Jika Anda adalah penggemar game Age of Empires: Age of Kings atau Caesar 3, beberapa istilah di bawah ini sudah tidak asing lagi Dalam sejarah pajak dikenal beberapa istilah perpajakan kuno seperti:
1)      Aids
            Pada zaman feodal, Aids adalah sejenis pajak yang dibayarkan kepada Tuan Tanah atau Raja Kecil. Di Inggris, Aids disebut-sebut dalam piagam Magna Carta (1215 M). Aids hanya dibayarkan pada saat anak lelaki tertua dari Tuan Tanah menjadi ksatria (knight) atau anak perempuan tertua dari Tuan Tanah melangsungkan perkawinan. Aids juga dibayarkan untuk tebusan bagi majikan yang tertawan oleh pihak musuh.
2)      Danegeld
            Danegeld adalah pajak atas tanah pada abad pertengahan yang dipungut untuk membiayai serangan terhadap Denmark yang kemudian digunakan untuk membiayai pengeluaran militer. Tribute pertama kali dikenakan di Inggris pada tahun 868 M dan kemudian pada tahun 871 M. Di bawah kepemimpinan Aethelred (978-1016 M) Tribute menjadi pajak rutin sampai diganti lagi pada masa William the Conqueror. Tarif pajaknya dua Shilling untuk setiap tanah simpanan yang luasnya 100-120 are.
3)      Scutage
            Pajak feodal dibayar di tempat pemberian jasa angkatan darat. Magna Carta (1215) pasal 12 khususnya menyatakan bahwa tidak ada scutage atau bantuan yang dikenakan atas kerajaan kecuali oleh persetujuan umum. Pengecualian meliputi uang pembebasan bagi raja yang melawan anak laki-laki tertua raja dan menikahi anak perempuan tertua raja. Dalam semua hal scutage atau bantuan adalah beralasan.
4)      Tallage
            Mirip dengan Aids. Di Inggris pajak ini menggantikan Danegeld. Pajak ini dipungut Raja dan Tuan Tanah. Zaman Raja Edward III sekitar tahun 1340 M pajak ini dihapuskan. Di Perancis kalangan atas masyarakat yang disebut dengan Taille dibebaskan dari pajak ini. Subyek pemungutan dijatuhkan ke petani.
5)      Carucate
            Menggantikan Danegeld dan hanya dikenakan terhadap tanah pertanian yang dibajak.
6)      Tax Farming
            Adalah prinsip pelimpahan tanggung jawab pemungutan pajak kepada sekelompok masyarakat. Cara ini diterapkan di banyak peradaban seperti Mesir, Romawi, Inggris, dan Yunani. Dalam prakteknya, kelompok ini lebih banyak menyengsarakan rakyat banyak. Salah satu yang paling parah adalah pejabat Publicani di Romawi. Pada masa itu pemungutan pajak di Mesir sebenarnya sudah cukup efektif. Akan tetapi hal ini berubah sejak diterapkannya konsep aturan Ptolemies yang berasal dari yunani. Aturan ini diterapkan dalam rangka mengawasi pembayar pajak dan pemungut pajak pemerintah agar para Scribes tidak meringankan pajak yang harus ditanggung oleh orang miskin dan kaum lemah. Inilah ciri-ciri dari suatu zaman yang disebut dengan zaman feodal.
d.      Inggris
            Pajak pertama kali dikenakan di Inggris pada waktu pendudukan Kekaisaran Roma. Pada masa itu ada Lady Godiva yang sangat terkenal. Ia adalah seorang wanita Anglo-Saxon yang tinggal di Inggris pada abad ke 11 masehi. Menurut cerita, suaminya, Earl of Mercia, berjanji untuk mengurangi pajak yang tinggi terhadap penduduk kota Coventry karena tekanan Lady Godiva yang mengancam akan berkeliling kota tanpa sehelai benangpun di tubuhnya. So, karena hal inilah Lady Godiva terkenal sampai sekarang.
            Pada saat Roma runtuh raja-raja wilayah Saxon mengenakan pajak Danegeld atas tanah dan bangunan disamping Bea Cukai.
            Selama abad pertengahan sejarah mencatat adanya Perang 100 tahun antara Inggris dan Prancis yang dimulai pada tahun 1337 M dan berakhir pada tahun 1453 M. Salah satu faktor kunci yang memicu perang adalah pemberontakan para bangsawan Aquitaine terhadap kebijakan pajak Pangeran Edward yang keterlaluan. Pemberontakan ini terjadi pada tahun 1369 M.
            Pajak-pajak pada abad ke-14 dikenal sangat progresif. Pajak Suara tahun 1377 M menunjukkan bahwa pajak Duke of Lancaster adalah 520 kali atas pajak petani biasa!
            Pada masa-masa itu juga dikenal adanya Pajak Penghasilan atas kekayaan, pemilik kantor, dan pendeta. Pajak atas Barang Bergerak dikenakan terhadap setiap pedagang. Orang miskin membayar sedikit atau tidak bayar pajak sama sekali.
            Raja Charles I mengenakan pajak atas pelanggar kejahatan. Selama masa pemerintahannya timbul masalah dengan Parlemen yang menyebabkan perpecahan pada tahun 1629 M. Sumbernya perpecahan itu adalah pembagian antara hak pemajakan oleh Raja dan hak pemajakan oleh Parlemen. Di kemudian hari Raja Writ menyatakan bahwa individu harus dipajaki sesuai dengan status dan kekayaannya. Dari sinilah berkembang ide pajak progresif atas mereka yang sanggup membayar pajak.
            Pajak-pajak lain yang penting selama periode ini adalah Pajak Tanah dan Pajak Properti lain. Untuk membiayai angkatan darat yang dipimpin oleh Oliver Cromwell, Parlemen mengenakan pajak atas komoditi utama seperti gandum, daging, dan lain-lain pada tahun 1643 M. Pajak-pajak yang dikenakan oleh Parlemen menghasilkan lebih banyak pemasukan daripada pajak yang dikenakan oleh Charles I, khususnya pajak yang ditarik dari rakyat miskin. Pajak Properti yang dikenakan bersifat sangat regresif. Kenaikan pajak atas kaum miskin menimbulkan huru hara di wilayah Smithfields pada tahun 1647 M. Huru hara ini timbul karena pajak-pajak baru membuat rakyat kecil tidak mampu membeli gandum. Selain itu, tanah biasa yang dipakai untuk berburu oleh para petani ditutup dan perburuan oleh petani dilarang. Menurut cerita hal ini menyengsarakan sebuah keluarga yang beranggotakan empat orang. Salah satu anggota keluarga itu adalah Robin Hood.
e.       Amerika
            Bicara tentang sejarah pajak modern, kita tidak bisa lepas dari sejarah pajak di Amerika. Rakyat pada abad 17-an membayar pajak berdasarkan Molasses Act. Tahun 1764 M peraturan ini diubah dengan memasukkan bea import atas gula sirup, gula, bir dan komoditi lain. Peraturan baru ini dikenal sebagai Sugar Act. Karena Sugar Act tidak menaikkan jumlah penerimaan, maka diberlakukanlah Stamp Act pada tahun 1765 M. Stamp Act mengenakan pajak langsung atas surat kabar dan dokumen-dokumen hukum serta komersial.
            Pada tahun 1794 M penduduk Allegeni Barat melancarkan Pemberontakan Whiskey sebagai perlawanan terhadap Pajak Properti yang diperkenalkan oleh Alexander Hamilton tahun 1791 M. Pajak Properti dianggap sebagai perlakuan diskriminatif. Presiden Washington mengirimkan tentaranya untuk menumpas pemberontakan ini. Para pelaku kedua pemberontakan ini dihukum, tapi kemudian diampuni. Pada tahun 1798 M Kongres menerapkan Pajak Properti Federal untuk kepentingan angkatan darat dan angkatan laut dalam menghadapi kemungkinan perang dengan Perancis. Pada tahun yang sama, John Fries melakukan perlawanan terhadap pajak baru itu. Pemberontakan ini dikenal dengan nama Pemberontakan Fries. Tidak ada yang terluka maupun terbunuh, tetapi Fries ditahan dan kemudian diampuni oleh Presiden Adam tahun 1800 M. Lucunya, Fries adalah pemimpin unit militer yang diperintahkan untuk menumpas Pemberontakan Wiskhey.
            Pajak Penghasilan diusulkan pertama kali pada masa Perang Sipil tahun 1812 M. Pajak ini didasarkan atas British Tax Act 1798 dan menggunakan tarif progresif. Tarifnya 0.08% atas penghasilan di atas 60 pound dan 10 % atas penghasilan di atas 200 pound. Pajak ini dirumuskan tahun 1814 M tetapi tidak pernah diberlakukan karena penandatanganan Ghent Treaty tahun 1815 M yang mengakhiri kesewenang-wenangan.
            Tax Act 1861 M menentukan bahwa pajak dikenakan, ditagih dan dibayar atas penghasilan tahunan setiap orang yang tinggal di Amerika baik yang didapat dari properti, perdagangan profesional, pekerjaan, atau magang yang dilakukan di Amerika atau tempat lain dari sumber apapun. Tarif menurut Act ini adalah 3% atas penghasilan di atas 800 dolar dan 5% atas penghasilan individu yang tinggal di luar Amerika.
            Tax Act 1862 M diberlakukan dan ditandatangani oleh Presiden Lincoln pada tanggal 1 Juli 1862. Tarifnya adalah 3% untuk penghasilan di atas 600 dolar dan 5% atas penghasilan di atas 10.000 dolar. Sewa rumah bisa saja dikurangkan dari penghasilan. Walaupun rakyat menerima dengan senang hati, kepatuhannya tidak terlalu tinggi. Angka-angka setelah Perang Sipil menunjukkan bahwa 276.661 orang melaporkan pajaknya pada tahun 1870 M yaitu tahun tertinggi untuk angka penyampaian SPT. Padahal waktu itu jumlah penduduk kira-kira 38 juta orang.
            Tax Act 1864 M diberlakukan untuk menaikkan penerimaan tambahan guna menyokong Perang Sipil. Senator Garret Davis, dalam kaitannya dengan Act ini menyampaikan usulan agar pajak dibayar sesuai dengan kemampuan seseorang untuk membayar. Tarif pajak untuk Tax Act 1864 M adalah 5% atas penghasilan antara 600 dan 5.000 dolar 7,5% atas penghasilan antara 5001 dan 10.000 dolar dan 10% untuk penghasilan di atas 10.000 dolar. Pengurangan nilai sewa dibatasi sampai 200 dolar. Aturan yang membolehkan pengurangan untuk perbaikan/reparasi juga ditambahkan. Dengan berakhirnya Perang Sipil penerimaan pajak menurun. Tax Act 1864 dirubah setelah Perang Sipil berakhir. Tarifnya berubah menjadi tarif flat 5% dengan pembebasan pajak atas penghasilan sampai 1.000 dolar.
            Dari tahun 1870 sampai 1872 tarif flat-nya 2,5% dan pembebasan diberikan untuk penghasilan sampai 2.000 dolar. Pajak ini diberlakukan pada tahun 1872 dengan mengadakan pembatasan tarif yang jelas dan berlaku sebagai sumber penerimaan penting bagi Amerika sampai tahun 1913. Pada tahun 1913 Perubahan ke 16 diterbitkan yang memperbolehkan kekuasaan Kongres untuk memajaki warga atas penghasilan yang didapatnya darimanapun.
            Bagaimanapun, kita memang tidak boleh meninggalkan sejarah. Berbagai hal yang berkaitan dengan pajak yang kita kenal sekarang seperti Pajak Penghasilan, Bea Cukai, Tax Treaty, Pajak Penjualan, Bea Materai, Restitusi, dan bahkan Tax Audit adalah warisan dari sejarah masa lalu. Dengan perjalanan panjang yang penuh luka dan peperangan, pajak telah mengantarkan kita ke saat ini di mana pajak bisa menjadi alat yang efektif dan efisien untuk membiayai pengeluaran bersama. Karena itu biarkanlah luka dan peperangan tetap menjadi masa lalu.
f.       Indonesia
            Pada masa kerajaan dahulu telah ada pungutan seperti pajak. Namun, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai wujud rasa hormat dan upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat di wilayah kerajaan maupun di wilayah jajahan, figur raja dalam hal ini dapat dipandang sebagi manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan (negara).
            Pada awal kemerdekaan, dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar bagi pajak peredaran (barang), yang dalam tahun 1951 diganti dengan pajak penjualan(PPn) 1951 Pengenaan pajak secara sitematis dan permanen, dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah, hal ini telah ada pada zaman kolonial. Pajak ini disebut “Landrent” (sewa tanah) oleh Gubernur Jenderal Raffles dari Inggris. Pada masa penjajahan Belanda disebut “Landrente”. Peraturan tentang Landrente dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian diubah dan ditambah dengan Ordonansi Landrente. Pada tahun 1932, dikeluarkan Ordonansi Pajak Kekayaan (PKk) yang beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun1964.
            Pada tahun 1960 dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 yang mengemukakan bahwa hukum atas tanah berlaku atas semua tanah di Indonesia, ditegaskan lagi dengan Keputusan Presidium Kabinet Tanggal 10 Februari Tahun 1967 Nomor 87/Kep/U/4/1967 dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada pemerintah Daerah, Pajak Hasil Bumi kemudian namanya diubah menjadi IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Iuran Negara No.PM.PPU 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang berlaku mulai 1 November 1965.
            Sedangkan untuk pajak penghasilan, dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan orang Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan, tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diberlakukan kepada orang Eropa seperti “patent duty”. Sebaliknya, business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Selain itu, sejak tahun 1882 sampai tahun 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
            Pada tahun 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu.
            Tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General Income Tax yaitu Ordonansi Pajak Pendapatan Yang Dibaharui tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yaitu asas keadilan domisili dan asas sumber.
            Tahun 1925 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschapbelasting) yaitu pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan), dengan berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia dan kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia. Ordonansi ini telah mengenal asas domisili dan asas sumber.
            Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan UU No. 8 tahun 1967 tentang Penisbahan dan Penyempurnaan Tatacara Pcmungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam prakteknya lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah UU No. 8 tahun 1970 memasukkan fungsi pajak mengatur/regulerend dalam Ordonansi PPs 1925, khususnya tentang ketentuan “tax holiday”. Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yaitu pada saat diadakannya tax reform.
            Tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II diperlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan “UU MPO dan MPS”. Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax reform di Indonesia.

3.      Zakat dan Pajak
A.    Pengertian Zakat dan Pajak
      Zakat merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang kaya miskin. Kedua Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki daridiri orang-orang miskin di sekitar mereka yang mewah. Ketiga Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip persatuan, Persamaan Derajat, dan Tanggungjawab bersama. fempat Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikanjiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhi/sta serakah.
      Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT. Sesuai ketentuan Islam, mereka yang berhak mendapatkan zakat hanya tujuh yaitu (1) Fakir, (2) Miskin, (3) pengurus zakat (4) Muallaf (5) Budak. (6) Ghorim (orang yang punya hutang). (7) Sabilillah (orang yang berperang di jalan Allah) (8) Ibnu sabil (musafir).
      Pengeluaran untuk diluar kelompok ini sebaiknya tidak menggunakan zakat tetapi bisa menggunakan sumberdana lain seperti infaq, shadaqah atau wakaf.
      Pajak adalah menyangkut kewajiban warga negara terhadap negara yang menjadi institusi publik yang diuentuk dan diberi wewenang untuk mengelola kepentingan negara atau kepentingan publik. Pemungutan pajak harus mendapatkan persetujuan rakyat melalui UU yang harus disetujui parlemen atau DPR. Setiap pungutan pajak yang tidak didasarkan UU maka batal demi hukum dan rakyat tidak wajibmematuhinya.Tetapi untuk pajakyang ditetapkan UU maka pemerintah atau negara memiliki hak paksa untuk menagihnya melalui apa rat Negara yang berwenang. Pajak khususnya di negara sekuler tidak didasarkan pada kewajiban kepada Tuhan Penggunaan pajak tidak hanya terbatas kepada kepentingan golongan tertentu seperti Zakat hanya untuk 7 kelompok yang mustahik sedangkan Pajak dapat digunakan untuk semua kebutuhan dalam kartan dengan pengelolaan keuangan negara, termasuk yang tidak sesuai dengan tuntunan agama asal mendapat persetujuan DPR.
B.     Persamaan Zakat dengan Pajak

1.      Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena sanksi.
2.      Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya.
3.      Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara.
4.      Tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu didunia.
5.      Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat.
C.     Perbedaan Zakat dengan Pajak
      Namun dengan semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa begitu saja disamakan dengan zakat. Sebab antara keduanya, ternyata ada perbedaan-perbedan mendasar dan esensial. Sehingga menyamakan begitu saja antara keduanya, adalah tindakan yang fatal. Berikut dibawah ini perbedaan antara zakat dan pajak:
Perbedaan
Zakat
Pajak
Keterangan
Pengertian
bersih, bertambah dan berkembang
Utang, pajak, upeti
Seseorang yang membayar zakat hartanya menjadi bersih dan berkah tidak demikian dengan pajak
Dasar Hukum
Al Qur'an dan As Sunnah
Undang-undang suatu negara
Pembayaran zakat bernilai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah sedangkan dalam membayar pajak hanya melaksanakan kewajiban warga negara
Nishab dan Tarif
Ditentukan Allah dan bersifat mutlak
Ditentukan oleh negara dan yang bersifat relatif Nishab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran negara

Sifat
Kewajiban bersifat tetap dan terus menerus
Kewajiban sesuai dengan kebutuhan dan dapat dihapuskan

Subyek
Muslim
Semua warga negara

Obyek Alokasi Penerima
Tetap 8 Golongan
Untuk dana pembangunan dan anggaran rutin

Harta yang Dikenakan
Harta produktif
Semua Harta

Syarat Ijab Kabul
Disyaratkan
Tidak Disyaratkan

Imbalan
Pahala dari Allah dan janji keberkahan harta
Tersedianya barang dan jasa publik

Sanksi
Dari Allah dan pemerintah Islam
Dari Negara

Motivasi Pembayaran
Keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ketaatan dan ketakutan pada negara dan sanksinya
ada pembayaran pajak dimungkinkan adanya manipulasi besarnya jumlah harta wajib pajak dan hal ini tidak terjadi pada zakat

Perhitungan
Dipercayakan kepada Muzaki dan dapat juga dengan bantuan.
Selalu menggunakan jasa akuntan pajak



1 komentar:

Unknown mengatakan...

thnk jg udah mampir di blog saya

Posting Komentar

“Komentarnya yang membangun, yaa”.

 
KeluarJangan Lupa Klik Like Dan Follow ya!

Receive all updates via Facebook. Just Click the Like Button Below

Powered By Blogger Widgets

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...