Masih ingat dengan dr Edward Armando, ‘Raja Aborsi’ yang praktik di Jalan Dukuh Kupang Timur X/4, Surabaya? Pria yang pernah mendekam di Medaeng itu kembali ditangkap polisi. Dokter Edward Armando (66), diringkus jajaran Polres Sidoarjo, Selasa (1/2), dengan sangkaan kembali melakukan praktik aborsi ilegal. Pasien dr Edward diperkirakan lebih dari 2.000 orang.
“Diperkirakan, sejak praktik mulai Januari 2008 lalu hingga jelang ditangkap, pasien yang telah ditanganinya mencapai 2.000 orang lebih,” ujar Kapolres Sidoarjo AKBP M Iqbal didampingi Kasat Reskrim AKP Ernesto Saiser, di Mapolres Sidoarjo, Kamis (3/2). Dalam pengakuannya kepada polisi, dr Edward menerima pasien di tempat praktiknya antara 20-25 orang setiap pekan. Dia tidak pernah mematok tarif tertentu.
Tarif aborsi akan dipungutnya setelah dirinya mengetahui kondisi ekonomi calon pasiennya. Jika si pasien menyatakan dirinya orang tidak mampu, maka dr Edward memungutnya maksimal Rp 500.000. “Karena mereka (para pasien) mengaku tidak kuat ke dokter spesialis, maka saya menolongnya,” ucap Edward. Meski begitu, polisi menyebut dr Edward memungut tarif antara Rp 1,5 juta – Rp 4 juta. Diduga, tarif sebesar itu karena calon pasien tidak langsung berhubungan dengan dr Edward, tetapi melalui anak buahnya yang berperan sebagai calo aborsi kandungan.
“Saya hanya ingin menolong orang kok, tidak korupsi,” kilah dr Edward soal praktik aborsi yang dijalankannya. Sepak terjang dr Edward di dunia aborsi memang sudah dikenal cukup lama. Sejak mendirikan tempat praktik pada 1995, ia menerima ribuan pasien. Ia pernah dua kali diperingatkan Departemen Kesehatan, bahkan tiga kali diringkus polisi dan divonis penjara satu tahun. Namun, semua itu tak membuatnya kapok.
Edward berdalih, dirinya kerap menolong karena disambati pasien tidak mampu. Pasangan suami istri yang ingin menggugurkan kandungan biasanya karena dihimpit ekonomi. “Mereka datang dengan alasan sudah tidak ingin punya anak, dengan menjalani KB (keluarga berencana), namun tetap hamil. Disambati seperti itu ya saya tolong,” kilah dr Edward.
Saat diringkus jajaran Satreskrim Polres Sidoarjo, Edward diketahui baru saja mengaborsi sekitar 10 pasien, lima pasien di pagi hari dan lima lainnya di siang hari. Salah satunya bernama Heny Kusumawati, mahasiswi sebuah akademi kebidanan di Malang. Warga Desa Sukosewu RT 3/RW 1, Kecamatan Gandusari Blitar itu menggugurkan kandungannya yang berusia dua bulan, di tempat praktik dr Edward, Selasa (1/2) pukul 15.45 WIB.
Selain menetapkan dr Edward sebagai tersangka, polisi akhirnya juga menetapkan Heny Kusumawati, Rendy Saputra (pacar Heny dan mahasiswa PTS di Malang), serta Eddy Soemardiono, bapak Rendy Saputra yang turut menyuruh agar Heny menggugurkan kandungannya, sebagai tersangka. “Serta Abdul Munip, pembantu dr Edward,” beber M Iqbal.
Tersangka aborsi ilegal dr Edward (tengah) menjelaskan fungsi alat-alat aborsi yang selama ini digunakannya kepada Kapolres Sidoarjo AKBP M Iqbal di Mapolres Sidoarjo, Kamis (3/4/2011). - SURYA/SUGIHARTO
Gara-gara Pembantu
Praktik ilegal dr Edward kembali terbongkar setelah polisi menelusuri kematian Suparlina, warga Pandugo II/7, Kelurahan Penjaringan Sari, Rungkut, Surabaya, sekitar awal Januari lalu. Korban tewas dengan kondisi luka pendarahan begitu tiba dan hendak dirawat di RS DKT Sidoarjo. Dari sinilah polisi curiga. Sebab, korban ditinggal begitu saja, saat ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa. “Dari sini kami kemudian meringkus Nining Dwi Hariyanti, yang mengantar korban ke RS DKT Sidoarjo,” jelas AKP Ernesto Saiser.
Nining, warga Perum Sidoarjo Indah Permai blok B/7, Sidoarjo lalu dibekuk polisi. Di depan penyidik, Nining mengaku bahwa dirinya hanya diminta mengantar korban ke RS DKT oleh adiknya, Nunung Saja Rahayu, warga Perum Taman Pinang Indah Blok D-4/18, Sidoarjo. “Dan ternyata diketahui korban baru aborsi dengan bantuan Nunung alias Atik,” imbuh Ernesto.
Atik sendiri baru diringkus polisi pada Kamis (3/2) pukul 14.00 WIB, saat dalam pelariannya bersama sang suami, Ahmad Suwadi alias Eko, di kawasan Dae Lamando, Kalimantan Tengah. Pasutri itu diringkus saat hendak menjual mobil yang dibawanya dari Sidoarjo. “Informasinya, mobil itu dijual untuk buka usaha selama pelarian mereka,” tandas Ernesto.
Lalu bagaimana praktik Atik bisa mengarah ke praktik dr Edward? Terungkap jika korban Suparlina sempat mendatangi praktik dr Edward. Karena usia kandungan Suparlina lebih dari tiga bulan, dr Edward menolak mengaborsi kandungannya. Saat itulah, keluarga korban mendapatkan nama Atik dan nomer teleponnya dari anak buah dr Edward, yakni Abdul Munip, usai ditolak oleh dr Edward.
0 komentar:
Posting Komentar
“Komentarnya yang membangun, yaa”.